Senin, 06 Maret 2017

Makalah SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN USHUL FIQH



SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN USHUL FIQH


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah Ilmu Fiqih Semester I Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar



Oleh:
Kelompok III

SYAIKHAH FAKHRUNNISA ABUBAKAR NIM: 20100116050
IMANIYATI NIM: 20100116047
NURANNISA NIM: 20100116066
ABD JALIL NIM: 20100116085


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
                                                                        2016                                                                                  


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt.berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini telah selesai disusun.
Penyusunan makalah ini berdasarkan petunjuk dosen Pembina, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah UIN Alauddin dan  sejumlah buku literatur.
Makalah yang berjudul Sejarah Singkat Perkembangan Ushul Fiqh ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat sumber rujukan yang digunakan dan kemampuan serta pengalaman kami selaku mahasiswa baru masih sangat terbatas.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan petunjuk dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada dosen Pembina mata kuliah ilmu fiqh ini dan semua pihak yang memberikan petunjuk dan arahannya.semoga Allah swt. menilainya sebagai amal saleh dan memberikan manfaat dalam karya penyusunan makalah ini, amin.
Samata-Gowa, 03 Oktober 2016
Kelompok III
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………..                      2
DAFTAR ISI…………………………………………………                       3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………….                       4
B. Rumusan Masalah…………………………………………..                    5
II PEMBAHASAN
A. Permulaan Tumbuhnya Ushul Fiqh…………………………                   6
B. Permulaan Pembukuan……………………………………….                14
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..                16
B. Implikasi……………………………………………………..                16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………                 17
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hukum Islam dalam perjalanan panjangnya senantiasa megalami dinamika.Masa perjalanan hukum Islam sendiri sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa fase, yaitu masa Rasulullah, masa sahabat dan masa tabi’in, selain itu juga disusul dengan masa tabi’it tabi’in.Pada masa Rasulullah persoalan hukum yang dihadapi oleh umat Islam terbilang belum begitu kompleks.Selain itu penetapan suatu hukum atas persoalan yang terjadi masih diserahkan penuh kepada Rasulullah SAW.  Kemudian pasca beliau wafat, persoalan yang dihadapi oleh umat Islam semakin komplek, dan  terkadang suatu permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam pada saat itu belum dijumpai pada zaman Rasulullah. Atas dasar itu lahirlah sebuah ilmu ushul fiqh sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh umat Islam.Jika ditilik lebih jauh lagi, sebenarnya embrio ushul fiqh telah ada sejak Rasulullah masih hidup.Kemudian setelah beliau wafat kajian mengenai ushul fiqh semakin mendapatkan perhatian yang cukup besar besar dari kalangan ahli hukum Islam.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai asal dari ushul fiqh.Secara teoritis, ilmu ushul fiqh lebih dahulu lahir dari ilmu fiqh, karena ushul fiqh sebagai alat untuk melahirkan fiqh.Akan tetapi, fakta sejarah menjukkan, ushul fiqh bersamaan lahirnya fiqh.Sedangkan dari segi penyusunannya, ilmu fiqh lebih dahulu lahir dari pada ilmu ushul fiqh. Namun, Terlepas dari hal itu, dalam pembahasan makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah perkembangan ushul fiqh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Permulaan Tumbuhnya Ushul Fiqh?
2. Bagaimanaproses  Pembukuan Ushul Fiqh?





II. Pembahasan
A. Permulaan Tumbuhnya Ushul Fiqh
Telah dimaklumi bahwa hukum fiqih adalah hasil galian ijtihad. Dan penggaliannya atau dalam hal ijtihad, tentang Nabi sendiri pun diselisihkan oleh para ulama, apakah Nabi ada berijtihad atau tidak, walau kita lihat dari kenyataannya Nabi sendiri ada berijtihad. Namun tidaklah dapat disamakan dengan ijtihad sahabat, tabi’in, dan lainnya, karena ijtihad Nabi terjamin kebenerannya, dan bila salah seketika itu juga datang wahyu untuk membetulkannya.Demikian demi terjaganya syariat.
Kalau sahabat Nabi jelas ada berijtihad.Sebagai contoh, ketika Nabi mengutus Mua’az Bin Jabal ke Yaman sebagai hakim. Nabi bertanya: “bagaimana engkau memutuskan sesuatu bila tidak terdapat keterangan dalam al-Qur’an atau hadis,” Mu’az menjawab: “aku akan berijtihad.” Kemudian nabi menepuk bahu Mu’azsambil berkata: “Segala puji bagi Allah yang telang member taufik kepada utusan Rasulullah tentang sesuatu yang diridhai oleh Rasulullah.”
Dari kejadian tersebut jelas menunjukkan, bahwa Nabi membenarkan dan memeng ada pada masa sahabat telah dilakukan ijtihad walaupu Nabi masih hidup.Oleh karena itu pula kita berkesimpulan bahwa ushul fiqih telah ada sejak adanya fiqih.Karena fiqih yang dilakukan dengan jalan ijtihad telah ada sejak zaman sahabat, maka tentulah ushul fiqih telah ada sejak zaman itu, sekalipun belum tersusun seperti yang ada sekarang ini.Tentu demikianlah pula pada abad kedua hijriyah tentang ketentuan ushul fiqih, dalam pejelasannya mereka dalam mengistinbatkan suatu hukum syar’i.[1]
Menurut sebahagian ulama, rasulullah bisa malakukan ijtihad berdasarkan pribadinya. Hanya saja, jika ijtihad beliau salah, Allah akan segera menurunkan wahyu dan menunjukkan yang benar. Misalnya, tindakan beliau terhadap tawanan perang badar. Abu bakar berpendapat  supaya tawanan itu di bebaskan dengan membaayar tebusan, sedangkan umar berpendapat supaya tawanan itu dibunuh saja karena mereka telah mendustakan dan mengusir nabi dari mekkah. Dari pendapat itu beliau memilih pendapat abu bakar membebaskan tawanan dengan memungut tebusan dari mereka.Namun  kemudian, turun ayat yang tidak membenarkan pilihan nabi tersebut, yakni ayat 67 surah al-Anfal:
$tBšc%x.@cÓÉ<oYÏ9br&tbqä3tƒÿ¼ã&s!3uŽó r&4Ó®LymšÆÏ÷WãƒÎûÇÚöF{$#4šcr߃̍è?uÚttã$u÷R9$#ª!$#ur߃̍ãƒnotÅzFy$#3ª!$#urîƒÍtãÒOŠÅ3ymÇÏÐÈ
Tejemahnya:
Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[2]
      Sebaliknya, jika terhadap hasil ijtihad nabi itu tidak turun wahyu yang menyangga keabsahannya, berarti ijtihad tersebut benar dan termasuk kedalam pengertian al sunnah.
Kegiatan ijtihad pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh nabi, tetap beliau juga memberi izin kepada para sahabatnya untuk melakukan hal yang sam terutama dalam menghadapi persolan-persoalan hukum yang ketetapan hukumnya tidak ditemui dalam alkitab dan al-sunnah sementara mereka jauh dari nabi.
Hasil ijtihad sahabat tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum sebagai pedoman kaum muslimin berikutnya, kecuali jika ada pengesahan dari rasulullah dan tidak diturunkannya wahyu yang kelihatannya tidak berdiri sendiri dalam arti tetap dalam pengawasan wahyu.Kalau ijtihad beliau salah Allah langsung menurunkan wahyu untuk menegur dan membetulkan, dan bila benar barulah Allah mendiamkannya.
Namun, dengan adanya kegiatan ijtihad pada masa itu para sahabat dan ulama-ulama sepeninggal nabi medapat aba-aba bolehnya melakukan ijtihad dalam menghadapi persoalan hukum yang ketentuannya tidak mereka temukan dalam nash.
Sepeniggal Rasulullah, seperti disebut pada uraian sebelumnya, banyak peesoalan baru yang muncul dan menuntut para ulam untuk menetapkan hukumnya melalui upaya ijtihad mereka sendiri, dan tidak lagi menuggu pengesahan dari rasul. Oleh sebab itu, semenjak masa sahabat ijtihad mulai menjadi salah satu sumber hukum islam. Sebagai contoh, ijtihad umar bin khattab yang tidak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seorang pencuri karena kelaparan. Begitu juga ali bin abi thalib berpendapat bahwa wanita yang suaminya meniggal dunia belum dicampuri serta belum menentukkan maharnya hanya berhak mendapat mut`ah. Ali menyamankan kedudukan wanita itu dengan wanita yang dicerai suaminya dan belum dicampuri serta belum ditentukan mahrnya yang oleh syara` di tetapkan mut`ah seperti dinyatakan dalam surah al baqarah[2] : 236

žwyy$uZã_ö/ä3øn=tæbÎ)ãLäêø)¯=sÛuä!$|¡ÏiY9$#$tBöNs9£`èdq¡yJs?÷rr&(#qàÊ̍øÿs?£`ßgs9ZpŸÒƒÌsù4£`èdqãèÏnFtBurn?tãÆìÅqçRùQ$#¼çnâys%n?tãurÎŽÏIø)ßJø9$#¼çnâys%$Jè»tGtBÅ$râ÷êyJø9$$Î/($ˆ)ymn?tãtûüÏZÅ¡ósçRùQ$#ÇËÌÏÈ

Terjemahnya:
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.[3]

Contoh-contoh yang ditemukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, baik ketika beliau masih hidup atau setelah wafatnya, menjadi bukti terjadinya praktik ijtihad pada masa itu.Hanya saja, pada waktu itu tidak tersusun sebagai suatu ilmu yang kelak disebut ushul fiqh.Karena pada masa itu, ilmu tersebut belum dibutuhkan adanya. Sebab, Rasulullah mengetahui cara-cara nash dalam menunjukkan hukum, baik langsung atau tidak langsung, sehingga beliau tidak membutuhkan adanya suatu ilmu khusus yang mengatur kaidah-kaidah berijtihad. Demikian pula para sahabatnya yangtidak membutuhkan adanya kaidah-kaidah tersebut dalam berijtihad karena pergaulan mereka yang dekat dengan Rasulullah, menyebabkan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul), sebab-sebab datang (asbabun wurud), hadis, dan memahami rahasia-rahasia syariat secara mendalam. Kemudian, pengetahuan bahasa arab mereka yang baik ikut menjadi faktor pendukung kemempuan memahami nash secara baik dan berijtihad tanpa membutuhkan adanya kaidah-kaidah tersebut.
Pada masa tabi’in, tabi’ al tabi’in, dan para iman mujtahid sekitar abad II dan III H, kekuasaan islam meluas ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan bangsa Arab, diman situasi dan kondisi budayanya cukup berbeda-beda.  Banyak di antara ulama yang bertebaran di daerah-daerah tesebut dan tida sedikit pula penduduk daerah tersebut yang masuk islam. Konsekuensi logis dari semua itu adalah semakin kompleksnya persoalan-persoalan hukum yang ketetapannya tidak dijumpai di dalam Alqur’an dan hadis.Oleh karena itu, ulama-ulama yang tinggaldi daerah-daerah tersebut melakukan ijtihad, mencari ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat Alqur’an dan hadis Nabi.Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu penegtahuan dalam berbagai bidangnya pada masa itu, kegiatan ijtijad menjadi semarak dan maju pesat.
Di lain pihak, kesemarakan kehidupan ijtihad tersebut tenyatan menimbulkan banayak perbedaan pendapat dan polemik-polemik ilmiah diantara para ulama, baik mengenai hasil ijtihad, dalil-dalil yang digunakan, atau jalan-jalan yang mereka tempul dalam berijtihad itu sendiri. Hal-hal sepeti itu bukan saja terjadi antara ulama-ulama yang bedomisili di tempat yang sama. Kenyataan ini melahirkan ide baru bagi mereka untu merumuskan kaidah-kaidah syariah sebagai panduan metodologis yang bekaitan dengan dasar-dasar dan tujuan-tujuan syara’ menetapkan hukum.
Hal lain yang tidak dapat disangkal adalah pengaruh bahasa lain terhadap struktur bahasa Arab. Kenyataan banyaknya bangsa non-Arab yang memeluk islam dan pergaulan mereka yang intensif dengan bangsa Arab itu sendiri, menyebabkan terjadinya penyusupan bahasa-bahasa asing tertentu ke dalam bahasa Arab. Hal ini banyak menimbulkan keraguan dan bermacam kemungkinan dalam memahami nash syara’. Hal semacam ini menimbulkan ida lain bagi para ulama itu untu menyusun kaidah kaidah umum yang berkaitan dengan kebahasaan, kaidah lughawiyah.
Begitulah, disusunnya kaidah-kaidah syari’an dan lughawiyah pada abad ke-2 hijriyah itu, terwujudlah apa yang disebut sebagai ilmu ushul Fiqh. Menurut Ibnu Nadim, ulama yang pertama kali menyusun ilmu ushul fiqh adalah Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu hanifah. Hanya saja, kitab itu tidak sampai kepada kita.
Menurut ABD Al-Wahab Khallaf, Muhammad Bin Idris Al-Syafi’i (150-102H) yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh yang disetai dengan alasan-alasannya dalam sebuah kitabnya al-risalah.Inilah kitab ilmu ushul fiqh pertama yang sampai kepada kita.Oleh sebab itu, imam syafi’ilah yang dipandang oleh para ulama sebagai pencipta ilmu ushul fiqh, dan dilanjutkan pembahasannya oleh ulama-ulama generasi berikunya.
Perlu dicatat bahwa ulama- ulama setelah syafi’i mempelajari ushul fiqh dengan tiga cara berikut ini.
1. Hanya dengan menjelaskan metode-metode syafi’i.
2. Mengeluarkan kaidah-kaidah atau teori-teori lain dari yang telah dirumuskan syafi’i.
3. mengambil sebagian sebagian besar dari pokok-pokok yang dikemukakan Syafi’i, tetapi menyalahinya dalam perincian dan menambahkannya dengan dasar lain.
Cara-cara seperti di atas ternyata membuat teori-teori yang dirumuskan imam syafi’i semakim berkembang sesuai dengan perkembangan program-program fiqiyah dari masa ke masa.
Kemudian, setelah mazhab yang empat memasyarakat dan dianut oleh banyak masyarakat, para fuqaha mempelajari ilmu ushul fiqh dalam dua versi berikut ini.
1. mempelajari ushul fiqh sebagai ilmu yang terlepas dari pengaruh furu’
2. mempelajari ushul fiqh di bawah pengaruh furu’ merumuskan kaidah-kaidah dasar yang mengutamakan hukum-hukum yang telah ditetapkan para imam.
Versi pertama disebut sebagai jalan syafi’iyah, karena imam syafi’i adalah permulaan, imam yang menetapkan dasar-dasar tasyri’ terlepas dari pengaruh furu’.Jalan ini disebut juga dengan jalan mutakallimin karena banyak ulama kalam yang membahas ilmu ini menurut jalan yang ditempuh al-syafi’i.
Versi kedua tersebut sebagai jalan abi hanifah, sebab merekalah yang membuat dan menjalani cara ini. Di antaranya mereka membuat kaidah-kaidah ushul untuk menguatkan furu’ yang telah ada untuk menshahihkan instinbath hukum yang telah dilakukan terlebiih dahulu, untuk mempertahankan apa-apa yang telah menjadi panutan masyarakat. Dengan kata lain, mereka mempelajari ushul sebagai sumber fiqh yang telah ada.
Kemudian setelah kedua jalan diatas ditempuh masing-masing pihak, mereka berusaha menyusun kitab dengan menngompromikan kedua jalan itu. Jadi para ulama itu ada yang berasal dari goglongan hanafiyah seperti muzafaruddin ibn abi al-syathiby al-baghdady (w.694) dengan kitabnya badi’ al-nizam al-jami’ baina kitab al-bazdanyal-ihkam, dari goglongan syafi’iyah seperti tajuddin abd al-wahab al-sukki(w.711 M) dengan kitabnya jam al-jawami’. Usaha para ulama itu diikuti kemudian oleh beberapa ulama ushul fiqh terkemuka sepeninggal mereka seperti al-sayawkani (w.1250H) dengan kitabnya Irsyad al-fuhul li tahqiq al-haq min al-ushul, muhammadal-khudhari beik (w:1927M)dengan kitabnya ushul fiqh dan muhammad abd rahman al-mahlawy(w.1920M) dengan kitabnya tashhil al-wushul ila ilm al-ushul.[4]
B. permulaan pembukuan
Orang yang pertama terkenal menyusun ilmu ushul fiqh beserta kaidah-kaidahnya ialah imam syafi`i. Nama lengkapnya ialah Muhammad idris asyafi`i, dalam bukunya yang berjudul: ar-risalah. Dan inilah kitab ushul fiqih yang pertama ia susun dan dapat kita lihat sekarang ini.
Di samping itu, ada juga sebagian ulama yang menjelaskan bahwa,sebelum asyafi`i menyusun kitab risalah , sebenarnya telah ada ulama yang menyusun ushul fiqih ,yakni imam Abu yusuf. Tetapi karena tulisan beliau tidak dikembangkan oleh murid-murid beliau, maka hilang begitu saja hingga tidak dapat kita lihat sekarang ini.
Oleh karena itu , maka tetaplah dikatakan imam syafi`i ialah bapak ilmu ushul fiqih , karena beliau dianggap penuyusun yang pertama kalinya.
 Setelah ar-risalah imam syafi`i tersebut , barulah timbul kitab-kitab ushul fiqih yang dikarang oleh para ulama, baik dari mazhab syafi`i sendiri maupun dari mazhab yang lain. Bentuk dan metode kitab ushul fiqih ini terkadang sama, karena sifatnya hanya meringkas dari kitab-kitab yang telah ada tapi ada pula yang berlainan. Kemudian muncul kitab ushul fiqih yang dikenal dengan namairsyadul fukhul yang dikarang oleh imam syaukany, yang bersifat evaluasi terhadap materi kitab ushul fiqih yangada tanpa menghiraukan mazhab atau alirannya. Kemudian buku ini diringkas pula oleh salah seorang murid beliau diberi nama dengan kitab “ husulul makmul ‘’





III. Penutup
A. Kesimpulan
1. Ushul Fiqh telah ada sejak adanya fiqih.Karena fiqh yang dilakukan dengan jalan ijtihad telah ada sejak zaman sahabat, sekalipun belum tersusun seperti yang ada sekarang ini.
2. Kitab ushul fiqih yang pertama berjudul “ar-Risalah” yang disusun oleh Imam Syafi’i, oleh karena itu Imam Syafi’i disebut bapak ilmu ushul fiqh. Setelah itu timbul kitab-kitab ushul fiqh yang dikarang oleh para ulama baik dari mazhab Syafi’i sendiri maupun dari mazhab lain.
B. Implikasi
1.    Semoga dengan kehadiran makalah ini dapat menjadi pengalaman yang berharga bagi penulis dan dapat menjadi motivasi untuk lebih kreatif dalam membuat karya  tulis ilmiah.
2.    Diharapkan kepada segenap pembaca kiranya berkenan memberikan saran dan masukannya dalam penyusunan karya tulis ilmiah seperti dalam penyusunan makalah ini.
Pertanyaan:
2.menurut anda syarat2 apa yg harus di miliki oleh seorang mujtahid atau org yg melakukan ijtihad dalam menetapkan suatu hukum secara umum?..
1.mengenai pendapat iman syafi’iy yg menyamakan ijtihad dengan  qiyas yakni 2 nama tpi maksudnya 1.sementara ulama lainx mengatakan ijtihad itu mncakup rakyup,qiyas dan akal. Nah yg ingin saya pertanyakan ap maksud dari pendapt mereka dan tolong berikan contohnya?...





DAFTAR PUSTAKA

 Djalil, A. Basiq, Ilmu Ushul Fiqih (jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun-Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010).

Koto, Alaiddin, Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh ,(Jakarta:PT raja grafindo 2014).

Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, CV Penerbit J-Art, Bandung, 2007.


[1]Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., Ilmu Ushul Fiqih (jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun-Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010) h. 20-21.
[2] Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung, CV Pernerbit J-Art) h. 185.
[3]Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, h. 38
[4] Prof.Dr.H.Alaiddin Koto, M.A., Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh ,(Jakarta:PT raja grafindo 2014),h. 26-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar